Air Mata Warga Tambun Salah Eksekusi: Rumah Digusur, Hak Milik Masih Berlaku!
- account_circle Info Cikarang
- calendar_month Sen, 10 Feb 2025
- comment 0 komentar

Air Mata Warga Tambun Korban Salah Eksekusi Penggusuran. /Foto: Istimewa
INFO CIKARANG – Suasana haru dan penuh emosi menyelimuti Cluster Setia Mekar Residence 2, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, ketika Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menemui warga yang menjadi korban penggusuran.
Lima warga yang menjadi korban salah eksekusi ini mendapat perhatian khusus dari Nusron. Dalam pertemuan tersebut, ia menjanjikan bantuan uang tunai sebesar Rp 25 juta untuk masing-masing korban sebagai bentuk empati dan komitmen atas ketidakadilan yang mereka alami.
“Sebagai bukti empati dan komitmen kami kepada ibu-ibu korban penggusuran, dari saya pribadi nanti akan kami bantu masing-masing Rp 25 juta,” ujar Nusron Wahid.
Seorang korban, Mursiti, tak kuasa menahan air mata saat mendengar janji tersebut. Sambil menyeka pipinya, ia pun mengucapkan terima kasih.
Kasus Penggusuran yang Penuh Kejanggalan
Penggusuran yang terjadi di Cluster Setia Mekar Residence 2 bukan sekadar eksekusi biasa. Sebanyak 27 bidang tanah menjadi sasaran, meskipun pemiliknya memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah.
Yang lebih mengejutkan, lima rumah yang dieksekusi ternyata berada di luar area sengketa! Nusron Wahid mengonfirmasi bahwa setelah pengecekan ulang, rumah-rumah tersebut seharusnya tidak masuk dalam eksekusi.
“Jika kita melihat data ini, tanah yang dieksekusi tidak termasuk dalam objek sengketa setelah kami melakukan pengecekan,” jelas Nusron.
Kesalahan ini terjadi karena pengadilan tidak melibatkan BPN Kabupaten Bekasi dalam proses eksekusi, yang akhirnya berujung pada penggusuran yang salah sasaran.
Asal Mula Konflik Tanah Sejak 1973
Masalah ini berakar dari transaksi jual beli tanah yang berantakan sejak 1973.
Djuju, pemilik tanah 3,6 hektare, menjualnya kepada Abdul Hamid pada 1976 dengan Akta Jual Beli (AJB). Namun, Hamid tidak segera melakukan balik nama. Djuju kemudian menjual tanah yang sama kepada Kayat, yang akhirnya berhasil balik nama dan mendapatkan SHM.
Konflik memanas ketika Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, menggugat Kayat dan menyatakan bahwa AJB tahun 1982 batal. Pada tahun 2019, Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan.
SHM 705 milik Toenggoel dijual ke Bari, yang kemudian mengembangkan Cluster Setia Mekar Residence 2. Namun, meskipun lahan sudah dibersihkan, pengadilan tetap melakukan eksekusi, meski lahan tersebut di luar objek sengketa!
Meski rumah-rumah mereka telah rata dengan tanah, status kepemilikan para warga tetap sah. Tidak ada keputusan pengadilan yang membatalkan SHM mereka, sehingga kasus ini semakin menunjukkan kekacauan hukum pertanahan di Indonesia.
Kini, keluarga-keluarga korban harus menghadapi ketidakpastian tanpa tempat tinggal, sementara masalah hukum ini masih jauh dari penyelesaian.*
- Penulis: Info Cikarang

Saat ini belum ada komentar