
INFO CIKARANG – Kabar meninggalnya Soleh Darmawan, warga Bekasi yang disebut-sebut menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja, akhirnya mendapat tanggapan resmi dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). Isu soal dugaan penjualan organ tubuh Soleh sempat ramai di media sosial, namun KP2MI menyatakan belum ada bukti kuat yang mendukung klaim tersebut.
Abdul Kadir Karding selaku Kepala KP2MI menyampaikan bahwa hasil pemantauan tim gabungan, termasuk dari aparat kelurahan dan kepolisian setempat, menunjukkan bahwa bekas luka pada jenazah Soleh bukanlah luka baru.
“Luka-luka tersebut diidentifikasi sebagai luka lama. Jadi, untuk sementara, dugaan bahwa organ tubuh dijual itu belum bisa dibenarkan,” ungkapnya saat konferensi pers di kantor KP2MI, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2025).
Karding menjelaskan bahwa awalnya Soleh diberangkatkan oleh seorang tetangga yang mengenalkannya pada seorang bernama Rey. Ia berangkat ke Poipet, Kamboja pada 18 Februari 2025 menggunakan visa kerja single entry. Dua minggu kemudian, pada 2 Maret 2025, keluarga sempat melakukan video call dan melihat kondisi Soleh yang tampak lemas. Keesokan harinya, ia meninggal dunia saat dalam perjalanan ke rumah sakit, diduga akibat pendarahan di saluran cerna.
Jenazah Soleh dipulangkan ke Indonesia dan tiba pada 15 Maret 2025. Pemeriksaan jenazah yang disaksikan oleh aparat dan pihak keluarga tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan baru atau bekas pembedahan yang mengarah ke penjualan organ.
Meski demikian, KP2MI menyatakan siap memfasilitasi autopsi jika pihak keluarga ingin mencari kejelasan lebih lanjut. “Kita akan bantu prosesnya sampai keluarga benar-benar yakin dengan hasilnya,” ujar Karding.
Selain kasus Soleh, Karding juga menyoroti kasus eksploitasi pekerja migran asal Indonesia di Dubai. Ia menyebutkan, hingga kini sudah ada 19 kasus eksploitasi seksual yang terdata. Dari jumlah itu, tujuh orang berhasil dipulangkan, sedangkan 12 lainnya masih dalam proses hukum dan mendapatkan perlindungan di shelter KJRI Dubai.
Modusnya, para korban awalnya bekerja sebagai asisten rumah tangga, namun kemudian dibujuk untuk kabur oleh pihak yang menjanjikan gaji lebih besar. Sayangnya, mereka justru dijebak dan dipaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial.
Untuk menanggulangi kasus seperti ini, KP2MI terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan KJRI di Dubai.
“Kami sudah aktifkan hotline, siapkan tempat perlindungan, dan bentuk tim pendamping PMI di tujuh wilayah di Uni Emirat Arab. Edukasi kepada pekerja dan komunitas juga terus kami lakukan,” tambah Karding.*