Example 160x600
Example 160x600
Example 160x600

PCNU Bekasi Protes Kebijakan Gubernur Jabar, Sebut Bisa Rugikan Pesantren

INFO CIKARANG – Kritik tajam diberikan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait dengan kebijakan penyerahan ijazah secara sukarela kepada seluruh siswa tanpa syarat. Kritikan tajam ini datang dari berbagai elemen pendidikan keagamaan. Salah satu suara paling keras datang dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi yang menyebut kebijakan tersebut merugikan pesantren dan berpotensi menimbulkan kekacauan sistemik.

Lebih lanjut, penyampaian protes kebijakan Gubernur Jabar tersebut ini digelar dalam forum audiensi yang dilaksanakan di Kantor DPRD Jawa Barat, dihadiri oleh perwakilan PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, BMPS, hingga tokoh-tokoh pesantren se-Jabar. Forum ini diterima oleh pimpinan DPRD Jabar Acep Jamaludin dan anggota DPRD dari Fraksi PKB, Rohadi.

Kebijakan Dinilai Sepihak dan Mengancam Keberlangsungan Pesantren

Ketua PCNU Kabupaten Bekasi, KH. Atok Romli Mustofa, menyebut kebijakan ini tidak adil dan sangat merugikan dunia pesantren. Ia mengkritik pendekatan gubernur yang dinilai tidak melalui kajian komprehensif dan partisipatif, justru terkesan spontan dan intimidatif.

“Jika pesantren menolak, ada ancaman tak akan menerima Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), bahkan izin operasional bisa dicabut,” ungkapnya.

Menurutnya, pesantren berbeda dari sekolah biasa karena mendidik santri 24 jam penuh, bukan hanya saat jam pelajaran. Mereka juga harus mencukupi kebutuhan dasar santri mulai dari makanan, tempat tinggal, keamanan, hingga pendidikan moral dan spiritual, yang tidak ditanggung negara.

Pesantren Bisa Tutup, Akhlak Generasi Terancam

Pengasuh Pondok Pesantren Yapink, KH. Kholid, juga angkat bicara. Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas operasional pesantren. Banyak alumni datang meminta ijazah atas nama kebijakan gubernur, sementara kewajiban finansial mereka belum dipenuhi.

“Pesantren kami bahkan mengeluarkan dana Rp1–1,7 miliar yang belum dibayar para alumni. Kalau ini terus berlanjut, banyak pesantren bisa gulung tikar,” ungkapnya.

Lebih dari itu, ia menilai ada ancaman kerusakan karakter generasi muda, karena santri dan orang tua tidak lagi merasa perlu memenuhi tanggung jawab sebelum menuntut hak.

BMPS: Pemerintah Tak Bisa Lepas Tangan

Ketua BMPS Kabupaten Bekasi, H. M. Syauqi, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak inklusif dan tidak melibatkan elemen-elemen pendidikan swasta. Ia mengingatkan bahwa pemerintah tidak sanggup menyelenggarakan pendidikan sendirian.

“Data menunjukkan hanya 25-35% populasi bisa ditampung di sekolah negeri. Selebihnya, pendidikan kita bergantung pada lembaga swasta, termasuk pesantren,” tegasnya.

Melalui audiensi ini, mereka mendesak DPRD Jabar menyampaikan aspirasi ke Gubernur untuk meninjau ulang kebijakan tersebut, atau setidaknya memberikan pengecualian khusus bagi pesantren.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *