
INFO CIKARANG – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa puncak musim kemarau di Indonesia pada tahun 2025 akan berlangsung pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Sementara itu, awal musim kemarau di beberapa wilayah akan terjadi sesuai jadwal, tetapi ada juga yang datang lebih lambat dari biasanya.
Menurut Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dari total 515 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 30% wilayah akan memasuki musim kemarau tepat waktu, 29% mengalami keterlambatan, dan 22% lebih cepat dari biasanya. Informasi ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Pusat BMKG, Kemayoran, Jakarta, pada 13 Maret 2025.
Daerah yang Mengalami Awal Kemarau Berbeda
1. Awal musim kemarau normal: Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta sebagian Maluku dan Maluku Utara.
2. Awal musim kemarau mundur (lebih lambat): Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku Utara, dan Merauke.
Seberapa Kering Kemarau 2025?
BMKG juga memprediksi bahwa 60% wilayah akan mengalami kemarau normal, 26% mengalami kemarau lebih basah, dan 14% lebih kering dari biasanya.
– Kemarau normal: Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
– Kemarau lebih kering: Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Selatan.
– Kemarau lebih basah: Aceh, Lampung, Jawa Barat & Tengah, Bali, NTB, NTT, Papua Tengah.
Dampak Musim Kemarau 2025
BMKG menegaskan bahwa musim kemarau tahun ini akan berlangsung tanpa pengaruh El Nino, La Nina, maupun Indian Ocean Dipole (IOD), sehingga iklim cenderung lebih stabil dibanding tahun 2023 yang ekstrem. Namun, beberapa daerah tetap perlu mewaspadai dampaknya.
– Sektor Pertanian: Petani disarankan menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas tahan kekeringan, dan mengoptimalkan pengelolaan air.
– Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla): Daerah dengan curah hujan rendah harus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran.
– Polusi Udara: Kota-kota besar dan daerah rawan kebakaran perlu mengantisipasi penurunan kualitas udara.
– Sumber Daya Air: Perlu pengelolaan air yang lebih efisien, terutama di wilayah dengan musim kemarau panjang.
BMKG mengimbau pemerintah dan masyarakat untuk menggunakan informasi ini sebagai dasar perencanaan. Bagi sektor pertanian, lingkungan, dan energi, pengelolaan sumber daya harus dioptimalkan agar dampak kemarau bisa diminimalkan.*