Industri Baja RI Tertekan Impor, Utilisasi Pabrik Lokal Anjlok di Bawah 50%
- account_circle M. Nasrudin
- calendar_month Rab, 10 Des 2025
- comment 0 komentar

Gelombang baja impor kembali menekan industri nasional. Produsen lokal harus berjibaku agar tetap kuat menghadapi persaingan pasar yang kian ketat.
INFO CIKARANG — Industri baja nasional kembali menghadapi tekanan berat akibat derasnya masuk baja impor.
Kondisi ini membuat tingkat utilisasi pabrik baja dalam negeri turun hingga di bawah 50%, meski kebutuhan baja nasional mencapai jutaan ton per tahun.
Situasi ini menjadi alarm bagi pelaku industri sekaligus pemerintah untuk memperkuat ekosistem produksi baja dalam negeri agar tidak semakin terpinggirkan.
Presiden Direktur PT Garuda Yamato Steel (YGS), Tony Taniwan, mengungkapkan bahwa serbuan produk impor membuat pabrikan lokal tidak dapat mengoptimalkan kapasitas produksinya.
Padahal, kemampuan industri baja nasional sebenarnya cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Sebetulnya kapasitas pabrik di Indonesia itu kuat. Tapi karena banyak impor, utilisasinya turun. Ini momentum bagi kami untuk mendorong investasi dan meningkatkan pemanfaatan kapasitas,” jelas Tony dalam keterangannya dikutip Rabu, (10/12/2025).
Pasar Besar, Tapi Tersedot Impor
Industri baja lokal mencatat bahwa pasokan untuk proyek konstruksi, infrastruktur, energi, hingga manufaktur sebenarnya bisa dipenuhi dari dalam negeri. Namun realisasinya tidak maksimal.
Banyak pelaku usaha mulai dari asosiasi kawat, pelaku pengelasan, hingga produsen hulu-hilir sepakat bahwa serapan pasar tersedot produk impor dengan harga lebih kompetitif.
“Kita sebetulnya bisa memenuhi kebutuhan baja nasional, tapi belum bisa mencapai utilisasi 100%. Banyak pabrik hanya beroperasi di bawah 50%,” tambah Tony.
Padahal, kebutuhan baja nasional untuk proyek pembangunan dapat mencapai lebih dari 10 juta ton per tahun.
Jika industri lokal mendapat ruang lebih besar, ketergantungan terhadap impor dinilai bisa ditekan secara signifikan.
Permintaan Naik, Produk Baja Tahan Gempa Jadi Fokus
Dalam upaya memperkuat posisi industri baja lokal, YGS melakukan ekspansi pada jenis produk dan kualitas yang lebih tinggi, khususnya baja tahan gempa.
Produk ini semakin dibutuhkan mengingat Indonesia berada di kawasan cincin api Pasifik.
“Kami ingin edukasi pasar bahwa penggunaan baja tahan gempa itu penting. Dulu Indonesia belum punya produk seperti ini. Sekarang sudah ada, dan kami sedang memperluas kapasitas produksinya,” kata Tony.
Pasar terbesar YGS berada di sektor konstruksi dan infrastruktur, seperti jembatan, tower listrik, gedung, hingga pabrik industri.
Perusahaan juga berupaya memperbesar ukuran dan standar kualitas produk untuk pasar domestik.
Ekspansi Kapasitas: Target 1 Juta Ton pada 2027
Saat ini YGS memiliki kapasitas produksi sekitar 400.000 ton per tahun.
Angka ini ditargetkan naik menjadi 540.000 ton dalam waktu dekat, dan diperbesar hingga 1 juta ton pada 2027 seiring operasional pabrik baru.
Investasi berkelanjutan ini menjadi bagian dari strategi perusahaan menutup celah pasar yang selama ini direbut produk impor.
TKDN Tinggi, Industri Lokal Siap Bersaing
Salah satu kekuatan YGS adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai hampir 90%.
Tony menjelaskan bahwa bahan baku berasal dari besi tua di dalam negeri, energi menggunakan pasokan PLN dan PGN, dan tenaga kerja sebesar 95% merupakan tenaga kerja lokal.
“Local content kami di atas 90%. Ini menunjukkan bahwa industri nasional sebenarnya sudah siap bersaing,” tegasnya.
Perlu Ekosistem yang Lebih Kondusif
Meski industri baja lokal memiliki kapasitas besar, ekosistem pasar yang belum stabil serta derasnya impor membuat sektor ini berjalan tidak optimal.
Pelaku industri meminta dukungan tata niaga yang lebih kuat, termasuk pengawasan impor dan kebijakan yang melindungi produsen dalam negeri.
Jika ekosistemnya diperkuat, industri baja Indonesia punya peluang besar menjadi pemain penting di pasar regional maupun global, sekaligus menopang pembangunan infrastruktur nasional yang terus meningkat.
- Penulis: M. Nasrudin


Saat ini belum ada komentar