
INFO CIKARANG – Setelah sebelumnya viral kasus laut bersertifikat, kini muncul fenomena baru di Kabupaten Bekasi. Sejumlah bangunan yang berdiri di bantaran Sungai Bekasi ternyata memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Keberadaan sertifikat ini menjadi penghambat utama proyek normalisasi sungai, yang seharusnya bisa mengurangi risiko banjir di daerah tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memimpin langsung upaya normalisasi pascabanjir awal Maret lalu, mengungkapkan rasa kecewanya. Ia heran bagaimana bisa ada lahan di bantaran sungai yang justru memiliki sertifikat kepemilikan. Bahkan, ia menyindir bahwa jika hal seperti ini terus terjadi, bukan tidak mungkin nantinya langit pun ikut bersertifikat.
Proyek normalisasi Sungai Bekasi sejatinya sudah dirancang oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi. Presiden Prabowo Subianto bahkan telah meninjau langsung wilayah Babelan sebagai bagian dari perencanaan pelebaran dan pengerukan sungai. Namun, dengan adanya bangunan bersertifikat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), proyek ini baru berjalan 50 persen dan kini tersendat.
Bangunan Bersertifikat di Bantaran Sungai, Kok Bisa?
Investigasi yang dilakukan oleh tim Metro TV di Kaliusa, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, menemukan beberapa rumah dan warung yang berdiri tepat di bantaran sungai. Menariknya, beberapa bangunan tersebut memiliki SHM resmi. Namun, warga sekitar enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait asal-usul kepemilikan sertifikat tersebut.
Lurah Bahagia, Khoirul Anwar, membantah adanya sertifikat kepemilikan di atas tanah pengairan. Menurutnya, tidak ada bangunan yang dilegalisasi di bantaran kali, dan pihaknya masih melakukan pendataan serta inventarisasi terhadap rumah-rumah di sekitar sungai.
Namun, pernyataan lurah tersebut bertentangan dengan pengakuan warga. Beberapa penduduk mengklaim bahwa sertifikat kepemilikan rumah mereka sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Mereka juga menyebut bahwa bentuk aliran sungai mengalami perubahan akibat abrasi, sehingga rumah yang dulunya jauh dari bantaran kini berada di dekat sungai.
BPN Bekasi Akui Ada Penerbitan SHM Sejak 1990-an
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi membenarkan bahwa memang ada SHM yang diterbitkan sejak tahun 1990-an. Kepala BPN Bekasi, Darman, menjelaskan bahwa perubahan aliran sungai dari waktu ke waktu bisa menyebabkan lahan yang dulunya jauh dari sungai kini menjadi bagian dari DAS. Pihaknya pun berencana melakukan survei lapangan untuk mengecek batas kepemilikan tanah dan status sertifikat yang ada.
Di sisi lain, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa pemerintah sedang menata ulang sistem pertanahan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Proyek normalisasi sungai, penertiban bangunan liar, serta evaluasi kepemilikan lahan terus dilakukan agar banjir besar tidak lagi menghantui Kabupaten Bekasi.*