
INFO CIKARANG – Ratusan guru agama di Kabupaten Bekasi melakukan unjuk rasa di Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Kamis, 23 Januari 2025. Aksi ini menjadi sorotan karena para guru membubuhkan stempel darah di kain putih sebagai simbol kekecewaan mereka.
Para guru tersebut merupakan peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 yang awalnya telah masuk dalam kuota formasi yang ditetapkan. Namun, kenyataan pahit mereka alami setelah kuota yang disiapkan justru digunakan oleh guru lain. Akibatnya, banyak guru agama yang gagal lolos dan bahkan terancam hanya menjadi pegawai paruh waktu, yang tidak sesuai dengan aturan.
Muhammad Unin selaku Ketua Forum Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kabupaten Bekasi mengatakan, dia dan guru agama lainnya merasa sangat kecewa lantaran kuota yang sudah ada malah dipakai orang lain dan membuat mereka tidak lolos, dia menyebut hal ini membuat banyak guru menangis.
Unin, yang telah menjadi guru agama sejak 2004, mengungkapkan bahwa kuota guru Agama Islam di Kabupaten Bekasi sebenarnya mencapai 645 formasi. Namun, jumlah pendaftar membludak menjadi 813 orang. Masalah ini diduga terjadi karena ada guru kelas SD yang tidak memiliki ijazah S1 PGSD, tetapi memiliki ijazah S1 Agama. Karena sistem tidak memungkinkan mereka mendaftar di kuota guru kelas, mereka beralih ke kuota guru agama, sehingga kuota asli guru agama terpakai.
Kuota Tidak Merata, Protes Meluas
Masalah ini ternyata tidak hanya terjadi pada guru agama. Ruhiat, seorang guru IPS, juga merasakan hal serupa. Menurutnya, kondisi ini terjadi di enam kategori formasi guru yang dibuka pada seleksi PPPK 2024. Dia merasa khawatir akan dijadikan pegawai paruh waktu. Karena jika hal tersebut terjadi, maka jelas merugikan pihaknya.
Desakan untuk Pemkab Bekasi
Sekretaris FPHI, Misin Suhendra Harianto, mendesak PJ Bupati Bekasi untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Dia menyebut bahwa sistem yang digunakan jelas bermasalah. Pihaknya pun menginginkan solusi agar para guru yang seharusnya lolos dapat diakomodasi.
Para guru berharap masalah ini segera diselesaikan sebelum seleksi PPPK tahap II dimulai. Dengan begitu, kejadian serupa tidak terulang, dan hak para guru honorer dapat terpenuhi.
Catatan: Bagi pemerintah, perbaikan sistem seleksi menjadi kebutuhan mendesak agar distribusi kuota lebih adil dan transparan, demi menjaga kepercayaan para tenaga pendidik yang telah lama mengabdi.*